Annoying
Strange
Kali ini aku akan
menceritakan tentang masa-masa dulu yang sangat nyaman untuk di kenang,namun
jangan salah walaupun nyaman tapi ada sedikit pedih saat aku mengingat nya. Oh
iya sebelum membaca nya aku saran kan jangan terlalu serius dengan cerita ini,
ini hanyalah cerita seorang gadis labil. Jangan bertanya-tanya kenapa aku bisa
berkata begitu dan satu lagi jangan terlalu banyak perotes dengan cerita ini,
karena ini cerita ku, nikmati saja dan bayangkan rasa nyaman nya. Tinggalkan
rasa pedih nya, biar aku saja yang merasakan.
BRAK,
tiba-tiba motor di depan ku tidak sengaja menabrak bagian depan motor ku.
“Heh,
mata nya dimana sih motor gue kan lecet”
Walaupun aku tau ini ada sedikit kesalahan ku
yang tidak sabar menunggu sang pengguna motor untuk keluar dari tempat parkir
tapi karena terlalu takut tempat itu diisi dengan motor lain langsung saja ku
maju kan posisi motor.
“lah ni bocah, kan lo
yang ga sabar kenapa gue yang kena marah?” si pengguna motor tersebut langsung
menoleh kearah ku,di buka nya kaca helm pelangi itu.
Langsung terlihat mata
hazel yang tajam menatap ku dengan membunuh.
“Yaudah salah gue, buruan kenapa keluarin tu
motor” aku pun tak mau kalah dengan kata-kata nya tadi, lalu si Rara menghampiri
si pengguna motor itu “Haduh mas ganteng, maafin temen rara ya dia ga sabaran
emang orang nya” sumpah demi apapun aku ingin sekali menjambak rambut rara saat
dia menyebut mas ganteng. Si mas-mas yang menurut rara ganteng tapi tidak sama
sekali untuk ku, pun pergi tanpa meninggalkan apapun.
Langsung
ku parkirkan si pinky lecet gara-gara si mas-mas barbar,
“Kurang
asem banget sih tu orang, gak ngomong maaf kek atau apa kek gitu” rara pun yang
sedang berkaca di kaca spion pun langsung menoleh kepada ku “kan emang salah lo
ca, ngapain coba maju motor saat si mas ganteng lagi mau ngeluarin motor.” Sebelum aku menjawab ucapan nya iya langsung
memotong “Yaampun caaaaaaa, film kita udah mulai 15 menit” “Issssssssss sial banget
gue hari ini” aku dan rara pun langsung berlari kucar kacir menuju bioskop di
dalam mall.
Hari ini memang sudah aku dan Rara rencanakan untuk
menonton film yang sudah kami tunggu-tunggu, tapi entah apa salah ku hari ini
di saat mood sedang baik untuk menonton film, tiba-tiba ada saja yang merusak
nya. Laki-laki tadi memang sedikit tampan, ia menggunakan jaket parasut
berwarna navy blue dan sepatu kets berlambang bintang bermotif tribal yang
terbilang unik, dan mata nya yang masih sangat aku ingat hingga sampai dirumah
mata hazel yang tajam, tapi tidak tidak akan ku jadikan dia gebetan, karena
apa? Karena dia tidak akan ku temui lagi dan aku pun tidak pernah sudi bertemu
dengan orang yang amat menyebalkan. Selesai menonton film tadi aku langsung
pulang dan saat ini untunglah keadaan kamar ku sedang rapi,sudah cukup menambah
mood ku.
Tiba-tiba pintu kamar ku terbuka dan terlihat lah
seseorang badan tinggi dengan kaos putih dan rambut jambul berwarna coklat,
“Jadi gimana film
nya,dek?” itu adalah kakak ku,Rino.
“Gak tau”
aku pun sibuk memeluk
boneka yang besar nya setengah badan ku sambil berguling di kasur, Rino pun
mendekat kearah ku
“Loh kok gak tau, kata rara kamu nonton hari
ini sama dia?” kakak ku memang berpacaran dengan Rara, entah apa alasan Rara si
cewek imut bermata belok itu dengan kakak ku yang terbilang urakan.
“Iya nonton sih, tapi
mood nya rusak jadi gak ngeh deh apaan maksud film nya”.
“emang nya ada apa
sampe ngerusak mood kamu gitu?”
Akhirnya, aku pun
menceritakan sederet kejadian bertemu dengan orang asing menyebalkan tadi.
“Hahahaha, itu emang
salah kamu,dek.” Rio pun mengacak-ngacak rambut ku dengan gemas
“Kok salah aku sih? Dia
yang buat motor aku jadi lecet loh kak”
“Jadi cewek itu harus
sabar dan bisa ngontrol emosi, jangan meledak-ledak dong. Ntar jomblo seumur
idup kan yang susah masih mama sama kakak dek”
“APA HUBUNGAN NYA
COBA,ASEM LO” Rio pun semakin tertawa saat melihat raut wajah ku yang sangat
kesal mendengar ucapan nya tadi dan langsung berlari keluar kamar.
Pagi ini keadaan sekolah sangat ramai dikarenakan sedang
ada kunjungan dari salah satu universitas negeri yang lumayan terkenal, jangan
tanya pada ku selesai dengan sekolah ini aku akan melanjutkan kemana karena aku
belum memiliki bayangan untuk itu.
Tiba-tiba masuklah beberapa orang kedalam kelas ku, mereka
menggunakan almamater berwarna kuning cerah,hingga mata ku sedikit jengah ingin
melihat nya. Namun seorang laki-laki yang tidak menggunakan almamater melainkan
hanya menggunakan kaos tangan panjang itu membuka pembicaraan, di dalam pikiran
ku hanya ada satu pertanyaa. Wajah cowok ini seperti tak asing. Tapi siapa dia.
“Ada yang ingin
bertanya tentang jurusan yang barusan saya paparkan?”
Cowok itu pun membuat
lamunan ku terhambur karena suara nya lumayan keras, tangan ku pun tiba-tiba
reflek terangkat ke udara saat yang lain diam.
“Iya,kamu mau nanya
soal apa?”
“mmm,ini anuu. Kok
perasaan kita pernah ketemu ya?”
Aku pun menyesali
ucapan ku saat itu, kenapa mulut ini seakan diluar kendali dari otak?
Kenapa harus bertanya
itu?kenapa?
“Hah?”
Cowok itu pun bingung
dengan pertanyaan yang ku ajukan.
“Maaf sebelum nya
disini kami hanya menjawab pertanyaaan tentang jurusan kami atau
universitas,selain itu tidak akan kami jawab”
Tiba-tiba ada seorang cewek dengan wajah
lumayan cantik dan rambut hitam nya di pony tail menjawab pertanyaan ku tadi
dengan sedikit tidak senang.
“Hahahaha sukurin
lo,Cha. Cewek nya marah noh loh sok kenal sih sama ni abang-abang”
Sahut teman sekelas
saat mendengar jawaban tadi.
“Oh gitu ya,mbak. Kalo
gitu sih saya ga jadi nanya” Aku pun lumayan kesal dengan jawaban si mbak-mbak
yang lumayan cantik tadi, aku kan niat nya hanya ingin bertanya. Siapa tau itu
cowok temen lama atau apalah. Akhirnya aku pun memilih keluar tanpa ucapan
permisi atau pun menatap mereka yang masih serius menjawab beberapa pertanyaan
teman sekelas ku.
Aku memilih duduk di depan lapangan basket sambil meminum
yogurt yang ku beli di kantin tadi, tapi ketika pandangan ku mengarah kedepan
aku melihat Pak edy sedang berjalan ke arah kelasku. Fyi, Pak edy itu guru
matematika paling galak saat melihat siswa nya tidak lengkap di kelas dan lebih
gawat nya dia akan mengajar ke kelas ku. Tanpa pikir panjang aku pun berlari
dengan kencang tanpa melihat bahwa ada seseorang di depan dan akhirnya aku
menabrak orang itu sehingga menumpahkan yogurt di kaos panjang nya.
“Haduh, maaf”
Aku pun berusaha
membersihkan sisa-sisa yogurt yang menempel
“ makanya jalan pake
mata, setiap ketemu pasti sial.”
“Ya maaf kan tadi
buru-buru, ehhh tunggu-tunggu tadi lo bilang tiap ketemu gue? Emang kita pernah
ketemu?”
“Iya,lo yang nabrakin
motor gue dari depan pas di parkiran mall”
“kan bener, kita pernah
ketemu. Terus kenapa lo pura-pura bego pas gue tanya di kelas tadi?”
Aku pun merasa kesal
saat mengingat kejadian itu, aneh rasanya tetapi saat itulah ku putuskan aku
membenci mbak-mbak yang menyangah pertanyaan ku tadi.
Cowok yang tak sengaja
ku tabrak tadi lalu pergi melewatiku tanpa menjawab pertanyaan ku lagi,
“Gila, tu orang aneh
banget”
Aku pun mengingat
kembali kalau penyebab ku belari dengan kencang bahkan menabrak orang tadi
adalah, pak edy yang akan masuk kelas. Tanpa perlu berpikir panjang aku pun
langsung berlari kearah kelas.
Kali ini aku menulis dengan sedikit bingung, kenapa waktu
itu takdir dengan sengaja mempertemukan ku kembali pada mu. Yang jelas aku
mensyukuri semua kebetulan itu, ku syukuri setiap kejadian yang engkau bilang
itu adalah hal sial di dalam hidup mu. Tapi saat ini aku kata kan, hal sial itu
terjadi pada ku.
Selesai dengan jam terakhir bearti selesai juga rasa
terkurung ku di dalam kelas ini, aku pun mulai berpikir apa yang akan ku
lakukan setelah pulang sekolah ini. Jangan kalian kira aku akan pulang kerumah
lalu mengulas kembali pelajaran ku, sungguh itu bukan aku.
“Ra, kita mau kemana
hari ini?”
Rara yang ku tanya pun
sedang menerima telpon dengan wajah yang serius, ku yakin itu telpon dari kakak
ku.
“Raaaaa, yaampun gue
kan nanya. Jawab kek”
Rara pun menaruh
handphone nya kedalam tas berwana pink dengan motif polkadot itu, lalu menatap
kearah ku tepat nya mata belok itu menatap tajam mata ku.
“Lo lupa? Hari ini tu
ulang tahun bokap lo, Cha. Tadi kak Rio bilang mereka ngehubungi lo tapi Nihil,
handphone lo mati. Jangan bilang sengaja yaa”
“Iya tau dan emang
sengaja banget gue matiin”
“Jangan gitu, Cha.
Kasian bokap lo disana, jangan dikira mereka udah ga ada di dunia ini terus ga
bisa ngeliat lo? Gaaaa, Cha. Bokap lo pasti sedih, udah tiga tahun lo ga ke
makam nya.”
“Ra, lo tau alesan nya.
Jangan paksa gue”
Aku pun langsung
mengambil tas dari atas meja dan meninggalkan Rara yang masih kesal, aku bukan
tidak mau kesana tapi hati ini yang masih enggan. Hati ini terlalu sering
membela yang salah sehingga saat tahu akan kebenaran nya hati ini lah yang
menjadi korban. Yang aku tahu dulu ayah ku adalah cinta pertama ku, sebelum
perempuan itu datang dan merampas apa yang seharus nya untuk ku. Saat itu ku
kira bukan salah ayah, bukan. Karena aku yakin seorang ayah akan sangat menjaga
keluarga nya, karena menurut ku ayah adalah sosok busur panah yang mengarahkan
anak panah nya ke arah yang tepat, ternyata salah.
Aku mengenang saat pertama kali ibu ku memberitahu, bahwa
aku dan kakak ku harus pergi dari rumah yang sudah lama ku tempati. Karena ayah
ku tak ingin lagi membangun sebuah tujuan bersama dengan ibu ku yang telah
menemani nya dari awal. Ia lebih memilih wanita muda yang sedang mengandung
anak nya, saat pertama kali aku mendengar hal ini rasanya aku tak percaya, hingga
saat itu kakak ku sendiri yang menjelaskan bahwa memang benar ayah akan
membuang keluarga ini demi wanita jalang itu. Permintaan ku saat itu hanya lah
bertemu dengan ayah ku hanya itu, sebelum aku kakak dan ibu ku pergi keluar
kota meninggalkan semua kenangan itu. Namun dengan segala alasan wanita itu
tidak memperbolehkan ayah menemui ku, hancur? Bukan hancur, lebih tepat nya aku
merasa tidak ada lagi tempat berlindung atau pun tempat mengarahkan.
Aku pun memilih untuk
pulang walaupun aku tahu bahwa di rumah pasti tidak ada orang, tapi itu yang ku
cari agar bisa menangis sesedih mungkin hingga lega tanpa tersisa sesak. Untuk
sesaat.
Di dalam taxi aku
meningat kembali, dulu ayah ku yang selalu mengantar dan menjemput ku sekolah.
Dan ia juga yang membuat ku menjadi sedikit manja, itu menurut ku. Namun
menurut kakak ku, aku sangat manja.
“udah pak stop di sini
aja”
Si bapak yang ku suruh
pun mengikuti perintah, lalu aku memberikan tiga lembar uang sepuluh ribu.
Aku pun masuk ke dalam
rumah lalu langsung mengarah ke dapur dan membuka kulkas dan mengambil susu
coklat dingin, mungkin ini bisa membuat otak ku sedikit ringan.
Namun aku salah,
pelan-pelan bulir bening ini jatuh dari sudut mata ku lalu jatuh ke pipi terus
menerus, sakit itu masih kuras hingga sekarang aku berpikir bahwa semua lelaki
itu sama. Sama-sama akan mencampakan kita saat ada wanita yang lebih lebih dari
wanita sebelum nya.
Aku menulis ini pun masih terasa ada sesuatu yang
mengganjal di mata dan aku yakin saat mengedipkan mata, ada tetesan yang akan
jatuh. Namun tak akan ku biarkan untuk sekarang aku hanya ingin mengenang yang
membuat hati senang hingga bibir ku tersenyum ke mata. Ayah ku merupakan salah
satu kenangan yang seperti itu, walaupun ujung nya meninggalkan beberapa bekas
di mata, karena aku yang menangis semalaman. Oh iya, aku tak akan menulis
lengkap kejadian apa saja yang ia buat. Karena biar aku saja yang meraskan nya,
kalian yang membaca cukup tersenyum saja ya. Sudah ku bilang jangan terlalu
banyak protest oh ini cerita ku hehehe. Mau ku mulai lagi? Mari ku ajak ke
masa-masa indah itu.
Hari ini sekolah diliburkan, ya karena hari ini minggu.
Aku pun memutuskan masih bergelut didalam selimut walaupun sudah bangun sedari
tadi, rasa nya kasur ini memiliki magnet yang sengaja menarik ku agar tak
kemana-mana. Tiba-tiba handphone ku bergetar,
“Hallo Ra, ada apaan?”
“ Ya ampun lo pasti
baru bangun ya, Cha?”
“Udah lama kok,cuman
tadi ketiduran lagi sih. Ada apaan nih? Kalo ga ada yang penting gue mau
nyambung lagi?”
“Ihhhh ati-ati lo, kalo
anak gadis bangun siang ntar jodoh nya di patok pelakor?”
Aku pun bergeyit
mendengar Rara berkata seperti itu,
“Lo mau ngomong apaan
sih, lama banget basa-basi nya”
“ Ga asik banget sih,
gue barusan cek akun Ig nya Mcd dan ternyata mereka lauching es krim terbaru.
Gue liat foto nya aja udah ngiler banget, cha”
“Yaudah,ayok kesana”
Aku pun langsung
bangkit dari tempat tidur menuju kea rah lemari berwarna pink, saat melewati
kaca, sekilas terlihat rambut yang masih berantakan dan juga baju piama masih
melekat di badan ku.
“Ga, mau ah. Gue cuman
ngasih info aja, ga ada niatan pergi sama lo”
Proses memilah baju
yang ku lakukan pun terhenti, saat mendengar kata-kata Rara tadi. Yang pasti
disana ada nada yang sedikit mengejek.
“Jadi?”
“Eh, udah dulu ya.
Kakak lo udah jemput nih, gue pergi duluan yakkk. Bye-bye jomblo”
Aku pun menutup pintu
lemari dengan perasaan yang sedikit kesal, jadi maksud Rara tadi hanya ingin
membuat ku iri saja? Jika memang iya, dia berhasil membuat ku penasaran dengan
ras ice cream itu. Yasudah, aku bisa sendirian kesana. Toh sudah biasa
kemana-mana sendirian lagian umur ku sudah 17 tahun. Aku pun membuka kembali
pintu lemari dan pilihan ku jatuh kepada kaos panjang berwarna hitam, celana
jeans hitam, dan tak lupa jaket jeans pink. Aku pun langsung memutuskan untuk
mandi sebelum rasa mala situ hadir lagi, selesai dengan ritual panjang di kamar
mandi, aku pun memakai pakaian yang sudah ku pilih, tak lupa memberi sedikit
warna di wajah ku.
Saat aku turun ke
bawah, ku temui ibu di tama belakang yang sedang sibuk merawat anak-anak nya,
dalam artian bukan anak-anak sesungguh nya melainkan bunga angrek kesayangan
nya.
“Bu, aku pergi ke mc’d
boleh ya?”
Ibu pun langsung
menaruh wadah untuk menyemprotkan pupuk ke atas meja, lalu menghampiri ku.
“Kamu sendirian?”
“Iya, Rara pergi sama
kakak sih”
“Nah, kamu juga harus
punya temen selain Rara, Cha”
“Hmm, kan udah-“
Saat aku ingin
menyudahi ucapan ku, namun ibuku terlebih dahulu memotong nya.
“Kalo mau punya pacar
juga boleh, Cha”
Menurut ku ini sangat
sensitif, teman dekat ku memang hanya Rara. Karena, tidak semua orang dapat
menerima semua cerita kelam kita, sebagian dari mereka hanya ingin mencari tahu
lalu meningalkan, namun lain hal dengan Rara. Ia mengatahui semua nya. Kalau
untuk alasan pacar, aku belum bisa mengisi kepercayaan ku kepada semua cowok,
menurut ku semua cowok itu sama hal nya.
“Bu, kan aku cuman izin
kok jadi panjang. Di bolehin ga?”
“Iya,ibu bolehin kok.
Tapi kamu jangan pulang ke maleman ya?”
“Oke, siap komandan”
Aku pun lansung belari
kecil ke garasi dan lansung mengendarai si pinky. Sesampai nya disana, terlihat
jelas dari luar antrian panjang di dalam sana. Aku pun memutuskan untuk tetap
akan kesana dan merasakan ice cream itu dan memarkirkan si pinky di tempat
parkir yang ramai dengan cowok-cowok yang sedang berkumpul, ku tebak mereka si
tukang parkir.
Sesampai nya di dalam
ternyata benar antrian nya semakin panjang, aku pun ikut ke dalam barisan
panjang itu. Dan sampai lah ke depan kasir, tanpa panjang lebar aku pun memesan
pesanan ku. Lalu mencari tempat duduk yang strategis untuk menghabiskan nya.
Selesai sudah merasakan
ice cream yang baru itu dan tak perlu untuk bergantung kepada siapa pun untuk
mendapatkan nya.
Aku pun keluar dari
mc’d karena matahari sudah tenggelam, aku harus cepat pulang sebelum ibu
menelpon dan mengoceh cukup panjang. Saat hendak keluar, aku pun mencari-cari
kunci si pinky di dalam tas, tidak ada. Di kantong celana,tidak ada. Oke aku
masih bisa tenang, ku cari lagi di kantong jaket, tidak ada juga. Disini aku
mulai panik dan memutuskan untuk kembali ke tempat duduk tadi, walaupun sudah
ada orang lain yang menempatkan nya aku pun memilih untuk bertanya, karena malu
bertanya berujung pulang kemalaman.
“Maaf, mba. Tadi liat
kunci motor ga ya disini?”
Si mba nya pun menatap
ku.
“Oh, ga ada mba.”
“Yahhh, oke deh. Kalo
ngeliat nanti kasih tau ya.”
Aku pun belari dari
situ dan keluar, siapa tahu kunci si pinky masih tergantung di motor.
Dan ternyata saat ku
cek, tidak ada. Aku pun bertanya dengan seorang cowok yang wajah nya sedikit
menyeram kan karena ada tato di sebelah lengan tangan kanan nya,
“Maaf, mas. Liat kunci
motor saya ga?”
“Oh kunci motor ini?”
Dia pun mengeluarkan
kunci si pinky dari dalam kantong celana nya,
“Nahh iya itu”
Tangan ku dengan ajaib
hendak langsung mengambil nya dari tangan si empu nya.
“Eh apaan, main ambil
aja. Harus ada imblan nya dong?”
Ia pun menaikan tangan
nya makin tinggi, melebihi tinggi badan ku.
“Loh, aku udah bayar
parkir,mas. Sama itu cowok”
Aku memang sudah membayar
biaya parkir dengan cowok yang berbeda namun keyakinan ku berkata mereka saling
kenal.
“Beda lah, lo kira
jagain nih kunci muda?kalo gue jahat, dah gue jual ni motor”
Mas-mas itu pun
langsung menaiki pinky dan menyalakan nya, aku panic dan mencari pertolongan di
sekitar sana.
“Eh turun ga lo, apaan
sih pake mau jalanin motor gue”
Aku pun mulai takut
saat si mas ini turun dari motor ku namun tatapan nya se akan-akan mengingkan
hal yang tak ku pahami.
“Atau lu semalem
deh,ikut gue, kita asik-asik mau ga? Di jamin rahasi lu aman dan motor lu
balik”
Dia pun mengelus wajah
ku, di sana memang sepi sehingga tak ada yang bisa menolong ku. Namun tiba-tiba
tangan itu ada yang menepis nya.
“Eh, yang sopan dong
kalo sama cewek”
Laki-laki itu, dia. Dia
yang ku tabrak saat di parkiran mall, ku tabrak saat aku belari masuk ke kelas
“Lo siapa ya? Mau
banget jadi pahlawan kesiangan?”
“Gue pacar nya, jadi lo
harus sopan sama cewek gue. Buruan kasih tu kunci motor sebelum gue panggil
polisi biar lo sama gerombolan lo mampus, mau?”
Apa, apa yang dia
bilang langsung membuat ku panic sepanik-panik nya, se enak nya saja mengatakan
aku pacar nya. Namun, itu bukan yang
menjadi fokus ku. Saat cowok itu mengatakan akan memanggil polisi mas-mas itu
pun langsung memberikan kunci si pinky dengan muka yang mengaku kalah, bukan
dia saja yang pergi anak-anak buah nya pun ikut pergi.
“Nih kunci lo, lain
kali ati-ati.”
“Haduh, makasih yaaa.”
“Cerobah banget sih
hidup lo”
“hehehe yak an gue tadi
buru-buru, btw gue Acha. Lo siapa?”
Aku pun mengarahkan
tangan ku kedepan nya
“Gue Lucky, tapi selalu
sial saat ketemu lo”
Lucky pun hendak pergi
namun ku tahan.
“Eh jangan pergi dulu,
kan gue utang budi sama lo. Jadi gue traktir di dalem yuk?”
Ku lihat mata coklat
Lucky melotot, seakan tak menyangka aku akan berkata seperti itu.
“Udah, ayok. Ga usah
malu-malu. Eh tapiii tunggu bentar ya”
Aku menarik tangan nya
untuk mengarah masuk ke dalam lagi, namun ku lepas.
“Apaan?”
“Aku telpon ibu dulu,
sebelum kuping ku panas karena pulang ke malaman hehehe”
“Yaudah, ga usah deh
traktir nya. Lagian gue ikhlas kok”
“Eh jangan dong, lo tu
emang membawa Lucky di keadaan gue tadi. Jadi gue harus bayar”
“yaudah kabarin sana”
Aku pun menelpon ibu
ku, lalu menceritakan semua kejadian tadi. Ia sempat khawatir namun akhir nya
bernafas lega saat ku bilang ada teman yang menolong ku. Namun tetap saja aku
di ceramahi.
“Udah nih, yuk masuk”
“Iya, bisa masuk
sendiri ga usah di tarik-tarik”
“Eh,iya maaf ya. Soal
nya lo keliatan sama kek kakak gue.”
Sesaat aku dan Lucky
masuk ke dalam lagi, adzan magrib pun bergema. Aku langsung menyuruh nya untuk
cepat memesan apaun yang ia mau, selesai dengan pesanan, kami pun mencari
tempat duduk lagi. Karena memang disini sangat ramai dengan anak-anak yang
nongkrong disini.
“ Tadi udah adzan ya?”
Lucky pun bertanya
kepada ku.
“Iya nih, lo mau sholat
ga?”
Lucky pun menyapuh
pinggiran bibir nya dengan sehelai tissue yang di berikan oleh si kasir dan
“Yaudah yuk sebelum
habis waktu nya, Lo mau gue imamin ga?”
“Hah?”
Aku pun melongo saat
Lucky berkata seperti itu, entah apa maksud nya namun ia menyadarkan ku dengan
lambai tangan nya tepat di depan wajah ku.
“Udah ga usah baper,
entar juga kejadian kok?”
“apaan sih, lo
aneh-aneh terus ngomong nya. Tadi bilang gue pacara lo, terus tadi ngomong mau
ngimamin gue. Aneh”
Lucky pun menahan
senyum nya saat aku berbicara dengan sedikit nada kesal namun.
Aku dan Lucky pun
sampai ke mushola yang ada disini, kami berdua pun langsung berpisah karena
harus mengambil wudhu di tempat masing-masing, selesai dengan sholat magrib.
Aku pun memasang sepatu sambil menunggu Lucky
keluar,
“Kok lo lebih lama dari
gue sih sholat nya”
Aku pun bertanya saat
ia muncul di samping ku, lalu memasang sepatu wakai nya dengan mudah.
“Doa nya panjang”
“Emang lo mintak
apasi,Ky?”
“Mintak lo buat jadi
pedamping hidup gue”
Dia menjawab pertanyaan
ku lalu langsung berdiri dan berjalan kea rah parkiran pinky,
“Apaan sih, Ky. Lo
ngegombal terus”
Aku pun mengejar nya
dan menyamakan dengan langkah nya yang lebar.
Sampai lah kami di
depan si Pinky,
“Pulang sana, bentar
lagi isya. Ga baik anak gadis jam segini masih di luar”
“Iya ini gue emang mau
langsung pulang. Btw, lo pulang nya gimana?”
“Gue bawa mobil, lagian
gue cowok dan udah gede. Bukan kek lo”
“Ihhh selalu ngeremehin
yang muda, dasar tua.”
“Tua-tua gini, ntar
juga jadi”
“Dahhh ga usah di
lanjuti, makin ga karuan.”
Aku pun menghidupkan si
pinky dan memasang kancing jaket dengan rapat tak lupa juga dengan helm nya.
“Gue pulang ya”
“Iya tiati ya, kalo
besok kita ketemu lagi bearti, kata-kata gue sama si preman tadi bener, oke?”
“Hah? Apaan sih, ogah
banget. Dahh”
Aku pun langsung
menjalankan motor dan meninggalkan Lucky yang masih bisa ku lihat dengan kaca
spion, ia masih berdiri disana dengan senyum hingga kemata nya. Aku suka senyum
itu. Ini pertama kali nya, aku bisa senyaman ini dengan cowok selain kakak ku.
Mungkin kah bertemu lagi dengan dia?mungkin tidak, ia hanya orang asing yang
tak sengaja mampir di hidup ku.
Di hari itulah,
untuk pertama kali nya aku bersikap biasa saja dengan cowok. Mungkin kalimat
cowok kurang pantas di tulisan disini. Lebih tepat lagi kalau aku menggunakan
laki-laki. Namun, menurut ku waktu itu belum kutemukan sosok laki-laki seutuh
nya. Laki-laki menurutku adalah ia yang memiliki sikap dewasa dan bisa
mengarahkan hidup, lebih terpenting lagi dia bisa mengubah semua jalan pikiran
ku. Konyol sih, namun itulah kisah ku. Mari ku lanjutkan.
“Assalamualaikum, I’m
home”
Saat aku sampai di
depan rumah dan melepaskan helm, ku temui mobil dan beberapa sepatu yang
berantakan di depan pintu. Itu sudah pasti sepatu teman-teman kakak ku. Aku pun
masuk kedalam rumah dan ternyata tebakan ku benar, ada beberap teman nya yang
sudah biasa datang dan ada
“Loh, Lucky?”
Si empu nya pun
menoleh, namun kali ini mata nya di hiasi oleh bingkai kacamata. Menurut ku itu
pas untuk nya yang cukup menjengkelkan.
“Lo ngapain disini?”
“Gue kesini nemuin Rio,
soal nya dia temen satu kampus gue”
Dia pun menujuk kearah
kakak ku yang baru saja datang dengan tampan yang berisikan matcha latte di
beberapa mug kecil,
“Eh kalian udah saling
kenal?”
“Dia ini tu kak,
penyebab aku badmood pas waktu itu. Yang waktu itu gue ceritain”
“ohhh yang lu nonton
sama Rara tapi bego nya lo ga ngeh, itu film tentang apa?”
Lucky pun tertawa
mendengar ocehan laknat Rio,
“Heh, bukan bego tapi
diaaa yang-“
“Iya, waktu itu adek lo
nabrak motor gue. Terus doi yang marah”
Kakak ku pun tertawa
dan beberapa kali mengirimkan sinyal mata kepada Lucky, aku tak peduli tentang
itu.
“Oh iya, hari ini Lucky
juga yang bantuin aku lepas dari preman”
Aku pun menyesap matcha
latte buatan kakak ku, bodoh lah ini buat siapa yang terpenting buatan Rio
selalu menjadi favorit.
“Wow, boleh juga lo,Ky.
Si gunung es udah bisa nolongin cewek. Suka lo sama adek gue?”
Lucky pun menatap mata
ku dengan cukup dalam saat pertanyaan itu di lemparkan kepada nya,
“Iya kak, dia tadi
bilang sama gue. Masa mau jadi imam gue?”
“Kan emang bakalan
terjadi, Acha”
Aku pun melotot dengan
jawaban nya dengan nada yang serius dan tegas.
“Rio, gue boleh minta
adek lo ga?”
“Eh apaan sih minta,
gue bukan barang”
Aku pun tak ingin
mendengaran bualan itu terlalu lama, segera mungkin langsung naik ke atas dan
masuk ke dalam kamar.
Hari ini lumayan
panjang walaupun ku lewati dengan sendirian, di luar tedengar suara mobil yang
pergi menjauh dari rumah, ku intip dari jendela kamar ternyata itu mobil Lucky.
“Untung deh, gue males
tu orang lama-lama disini. Turun ah”
Karena aku bukan orang
yang paling susah berkompromi dengan urusan perut, akhirnya selesai mengganti
pakaian aku pun bergegas ke bawah dan berjalan kearah dapur, disana ada
beberapa mie instant. Jika di luar sana banyak yang menjauhi nya, namu aku
tidak, aku terlalu cinta dengan mie.
“Ehhmm, ga kenyang
habis makan tadi?”
Tiba-tiba muncul lah
sosok yang ku kira sudah pergi tadi,
“Loh, bukan nya lo yang
pergi. Tadi kan”
“hahaha ternyata ada
yang ngintip? Segitu penasran lo sama gue?”
Aku pun memakan mie
instant yang sudah selesai ku buat tadi, dan tak memperdulikan Lucky berbicara.
“Cha, gue suka sama
lo?”
Seketika aku tersedak
mendengar perkataan nya tadi, namun tak ku pedulikan.
“Lo ga kenal sama
sekali sama gue, Cha?”
Tetap tak ku pedulikan,
aku hanya fokus dengan mie instant ku. Mie lebih penting daripada semua bualan
nya kepada ku hari ini. Sebelum ia melanjutkan kata-kata nya tiba-tiba Rio pun
datang dari arah ruang tamu dengan membawa kunci mobil yang ku yakini itu milik
Lucky.
“Wihhh, pada ngumpul
disini aje.”
“Dari mana kak?”
“Oh tadi jemput si Rara
dari tempat nenek nya, mobil mereka tiba-tiba mogok di jalan sih”
“Oh” Aku pun bergerak
dari duduk dan mengarh ke washtafel untuk mencuci tangan dan meninggal kan
mereka berdua.
“Lu ngomong apa aja
sama dia?”
“Ga ada, gue cuman
bilang suka. Tapi ga di tanggepin”
“Mungkin si Acha belum
ngeh, kalo lo itu temen masa kecil dia. Lagian kenapa ga langsung bilang aja
sih, Ky”
“Gue belum sanggup
nyakitin dia lagi”
“Kalo belum sanggup
kenapa muncul lagi, mending lo beneran pergi daripada benih nya tumbuh terus
tiba-tiba harus lo cabut”
“Lo tau kan masalah nya
apa, jadi gue pergi dulu ya. Titip calon gue”
“Calon apaan sih,
ngimpi lo”
“Hahaha, lo ga mau
kasih gue jalan buat deketin Acha?”
“Besok lo dateng jam
setengah lima kesini, ntar gue kasih jalan deh”
“Pagi banget, tapi demi
adek lo sih gue siap”
Jujur memang sewaktu itu apa yang di katakan oleh Lucky
menjadi bahan pikiran ku, namun tetap saja ku buat seakan-akan angin lalu.
Bisa-bisa nya dia, si orang asing yang menyebalkan dan baru bertemu dua kali
dengan ku, langsung mengatakan suka. Ternyata apa yang ku anggap angin lalu
menjadi angin ribut di hati ini.
Pagi ini aku sudah siap
dengan seragam sekolah yang rapih dan langsung turun ke bawah lalu melihat ada
seseorang yang dari tadi malam membuat ku pusing kepala. Aku pun langsung
memilih duduk di sebelah kakak ku, tepat nya di hadapan Lucky. Bukan sial juga
sih, toh Lucky itu menurut cewek-cewek nyaris bisa di katakan cogan jaman now.
“Di makan nak Lucky nasi goreng nya, ini tu salah satu kesukaan
Acha loh”
Aku pun sebagai si empu
nya langsung menatap ibu dengan tatapan seolah-olah berkata, kenapa jadi bahas
aku sih bu?
“Aelah dek, lu kaku
banget. Ini temen gue lagi ke semsem sama lo”
“Uhuk”
Lucky pun batuk dan
langsung meminum air putih yang diambilkan oleh ibu.
“Pelan makan nya nak
Lucky, kalo emang itu bener tante si setuju-setuju aja kok”
Hari itu aku di antar ke sekolah dengan nya, tepat di
depan gerbang sekolah dia mengingatkan ku banyak hal, aku pun menemukan satu
hal yang pasti hingga saat ini, bahkan aku menemukan penyesalan. Penyesalan
kenapa waktu itu dan saat itu aku tak mencoba mengangap pembicaraan nya sebagai
angina lalu, dan setelah kakak bercrita hati ku makin hancur. Mari ku beritahu
tentang fakta nya, fakta nya dia adalah teman di masa kecil ku yang selalu
menemani ku dalam keadaan apapun, namun saat keadaan ku yang ditingalkan ayah.
Dia pun meninggalkan ku dengan alasan kedua orang tua nya pindah ke luar negri.
Dan ternyata saat ia datang kerumah malam itu adalah malam yang seharus nya
menjadi penentuan apa kah ia harus tinggal di sini dengan perasaan yang sama
atau tidak, karena ia harus mengambil study di luar negri. Saat itu aku benci
dengan sebutan luar negri. Namun yang ku tahu, ia pergi karena kakak ku yang
bilang kalau hanya ingin menabur sakit hati di hati ku, ia harus pergi. Namun kalau
ia ingin membahagikan ku sebagai salah satu misi nya, kakak ku memboleh kan nya
disini. Mungkin dia memilih yang pertama.
Hingga detik ini aku tak pernah lagi
melihat nya, terakhir kali nya ya saat itu. Saat ia tersenyum seperti biasanya.
Mata nya yang selalu memancarkan harapan baru. Jadi yang dapat kau pelajari
dari kisah ku adalah tentang penyesalan yang selalu muncul di akhir.