Sabtu, 16 Maret 2019

Metode Penelitian Kualitatif [ Pendekatan Fenomenologi ]

Pendekatan Fenomenologi

Hasil gambar untuk fenomenologi

        Fenomenologi berasal dari bahasa Yunani, Phainoai, yang berate “ menampak” dan Phainomenon merujuk pada yang menampak. Istilah fenomenologi diperkenalkan oleh Johann Heirinckh. Meskipun demikian pelopor aliran fenomenologi adalah Edmund Husserl. Jika dikaji lagi Fenomenologi itu berasal dari phenomenon  yang berarti realitas yang tampak. Dan logos yang berarti ilmu. Jadi fenomenologi adalah ilmu yang berorientasi untuk mendapatkan penjelasan dari realitas yang tampak.

       Penelitian fenomenologi mencoba menjelaskan atau mengungkap makna konsep atau fenomena pengalaman yang didasari oleh kesadaran yang terjadi pada beberapa individu. Fenomenologi dilakukan dalam situasi yang alami, sehingga tidak ada batasan dalam memaknai atau memahami fenomena yang dikaji dan peneliti bebas untuk menganalisi data yang diperoleh.

       Menurut Creswell (1998), Pendekatan fenomenologi menunda semua penilaian tentang sikap yang alami sampai ditemukan dasar tertentu. Penundaan ini biasa disebut epoche (jangka waktu). Konsep epoche adalah membedakan wilayah data (subjek) dengan interpretasi peneliti. Konsep epoche menjadi pusat dimana peneliti menyusun dan mengelompokkan dugaan awal tentang fenomena untuk mengerti tentang apa yang dikatakan oleh responden.

       Metode Fenomenologi, menurut Polkinghorne (Creswell,1998) Studi fenomenologi menggambarkan arti sebuah pengalaman hidup untuk beberapa orang tentang sebuah konsep atau fenomena. Orang-orang yang terlibat dalam menangani sebuah fenomena melakukan eksplorasi terhadap struktur kesadaran pengalaman hidup manusia. Sedangkan menurut Husserl (Creswell, 1998) peneliti fenomenologis berusaha mencari tentang hal-hal yang perlu (esensial), struktur invarian (esensi) atau arti pengalaman yang mendasar dan menekankan pada intensitas kesadaran dimana pengalaman terdiri hal-hal yang tampak dari luar dan hal-hal yang berada dalam kesadaran masing-masing berdasarkan memori, image dan arti.

Gambar terkait

       Tujuan dari fenomenologi, seperti yang dikemukakan oleh Husserl, adalah untuk mempelajari fenomena manusia tanpa mempertanyakan penyebabnya, realitas yang sebenarnya, dan penampilannya. Husserl mengatakan, “Dunia kehidupan adalah dasar makna yang dilupakan oleh ilmu pengetahuan.” Kita kerap memaknai kehidupan tidak secara apa adanya, tetapi berdasarkan teori-teori, refleksi filosofis tertentu, atau berdasarkan oleh penafsiran-penafsiran yang diwarnai oleh kepentingan-kepentingan, situasi kehidupan, dan kebiasaan-kebiasaan kita. Maka fenomenologi menyerukan zuruck zu de sachen selbst (kembali kepada benda-benda itu sendiri), yaitu upaya untuk menemukan kembali dunia kehidupan.

       Terdapat dua garis besar di dalam pemikiran fenomenologi, yakni fenomenologi transsendental sepeti yang digambarkan dalam kerja Edmund Husserl dan fenomenologi sosial yang digambarkan oleh Alfred Schutz. Menurut Deetz (Ardianto,dkk, 2007:127) dari dua garis besar tersebut (Husserl dan Schutz) terdapat tiga kesamaan yang berhubungan dengan studi komunikasi, yakni pertama  dan prinsip yang paling dasar dari fenomenologi – yang secara jelas dihubungkan dengan idealism Jerman – adalah bahwa pengetahuan tidak dapat ditemukan dalam pengalaman eskternal tetapi dalam diri kesadaran individu.  Kedua, makna adalah derivasi dari potensialitas sebuah objek atau pengalaman yang khusus dalam kehidupan pribadi. Esensinya, makna yang beraal dari suatu objek atau pengalaman akan bergantung pada latar belakang individu dan kejadian tertentu dalam hidup.Ketiga, kalangan fenomenolog percaya bahwa dunia dialami – dan makna dibangun – melalui bahasa. Ketiga dasar fenomenologi ini mempunyai perbedaan derajat signifikansi, bergantung pada aliran tertentu pemikiran fenomenologi yang akan dibahas

Tidak ada komentar:

Posting Komentar